RSS

Jumat, 21 Januari 2011

Perayaan Nifsu Sya'ban dalam sorotan Ulama

Perayaan Nifsu Sya'ban dalam sorotan Ulama http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=742
1 of 8 23/08/2006 10:40
Perayaan Nifsu Sya'ban dalam sorotan Ulama
Penulis: Syaikh Abdullah Bin Abdul Aziz Bin Baz
Fatwa-Fatwa, 19 September 2004, 13:01:55
Segala puji hanyalah bagi Allah, yang telah menyempurnakan agamaNya bagi kita,
dan mencukupkan nikmat-Nya kepada kita, semoga shalawat dan salam selalu
terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam,
pengajak ke pintu taubat dan pembawa rahmat.
Amma ba’du :
Sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman :
]    






     [.
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan
kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridloi Islam sebagai agama bagimu” (QS. Al
Maidah, 3).
]
   
  !      "#
$ %& '()      * + ,      ,$ "-.
/  0       /
    12 3 12
[.
“Apakah mereka mempunyai sesembahan sesembahan selain Allah yang
mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diridloi Allah ? Sekiranya tak ada
ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan
sesungguhnya orang orang yang dhalim itu akan memperoleh azab yang pedih” (QS.
As syuro, 21).
Dari Aisyah, Radliyallahu ‘anhu berkata : bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
" 4 , / 5 /     6 1/ 4 708   / ".
“Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu perbuatan (dalam agama) yang
sebelumnya tidak pernah ada, maka tidak akan diterima”.
Dan dalam riwayat imam Muslim, Rasulullah bersabda :
" 4 1/ , 5 '   / ".
“Barang siapa mengerjakan suatu perbuatan yang belum pernah kami perintahkan,
maka ia tertolak”.
Dalam shahih Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhu ia berkata : bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam salah satu khutbah Jum’at nya :
" * 0$ ' 9 :0;/ /<     12 9
, ,      = > 0 ;/ ?06 ?0      1 @ 9,       A 0;      1 @ "B4 ,0 $ /
* ".
“Amma ba’du : sesungguhnya sebaik baik perkataan adalah Kitab Allah (Al Qur’an),
dan sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam,
dan sejelek jelek perbuatan (dalam agama) adalah yang diada adakan, dan setiap
bid’ah (yang diada-adakan) itu sesat” (HR. Muslim).
Masih banyak lagi hadits hadits yang senada dengan hadits ini, hal mana semuanya
menunjukkan dengan jelas, bahwasanya Allah telah menyempurnakan untuk umat ini
Perayaan Nifsu Sya'ban dalam sorotan Ulama http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=742
2 of 8 23/08/2006 10:40
agamanya, Dia telah mencukupkan nikmatNya bagi mereka, Dia tidak akan
mewafatkan Nabi Muhammad kecuali sesudah beliau menyelesaikan tugas
penyampaian risalahnya kepada umatnya, dan menjelaskan kepada mereka seluruh
syariat Allah, baik melalui ucapan maupun perbuatan.
Beliau menjelaskan bahwa segala sesuatu yang akan diada adakan oleh sekelompok
manusia sepeninggalnya dan dinisbatkan kepada ajaran Islam baik berupa ucapan
maupun perbuatan, semuanya itu bad’ah yang ditolak, meskipun niatnya baik.
Para Sahabat dan para Ulama mengetahui hal ini, maka mereka mengingkari
perbuatan perbuatan bid’ah dan memperingatkan kita dari padanya, hal itu
disebutkan oleh mereka yang mengarang tentang penerapan Sunnah dan
pengingkaran bid’ah, seperti Ibnu Waddhoh At Thorthusyi dan As Syaamah dan lain
lain.
Diantara bid’ah yang biasa dilakukan oleh banyak orang ialah bid’ah mengadakan
upacara peringatan malam Nisfu Sya’ban (tanggal 15 sya'ban, red), dan
menghususkan pada hari tersebut dengan puasa tertentu, padahal tidak ada satupun
dalil yang dapat dijadikan sandaran, ada hadits-hadits yang menerangkan tentang
fadlilah malam tersebut, tetapi hadits-hadits tersebut dhoif, sehingga tidak dapat
dijadikan landasan, adapun hadits-hadits yang berkenaan dengan sholat pada hari itu
adalah maudlu /palsu.
Dalam hal ini, banyak diantara para ulama yang menyebutkan tentang lemahnya
hadits-hadits yang berkenaan dengan penghususan puasa dan fadlilah sholat pada
hari Nisfu Sya’ban, selanjutnya akan kami sebutkan sebagian dari ucapan mereka.
Pendapat para ahli Syam diantaranya Al Hafidz Ibnu Rajab dalam bukunya “Lathoiful
Ma’arif” mengatakan bahwa perayaan malam nisfu sya’ban adalah bid’ah, dan
hadits-hadits yang menerangkan keutamaannya semuanya lemah, hadits yang lemah
bisa diamalkan dalam ibadah jika asalnya didukung oleh hadits yang shoheh,
sedangkan upacara perayaan malam Nisfu Sya’ban tidak ada dasar yang shohih,
sehingga tidak bisa didukung dengan dalil hadits-hadits yang dlo’if.
Ibnu Taimiyah telah menyebutkan kaidah ini, dan kami akan menukil pendapat para
ulama kepada para pembaca, sehingga masalahnya menjadi jelas. Para ulama telah
bersepakat bahwa merupakan suatu keharusan untuk mengembalikan segala apa
yang diperselisihkan manusia kepada Kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunnah Rasul (Al
Hadits), apa saja yang telah digariskan hukumnya oleh keduanya atau salah satu dari
padanya, maka wajib diikuti, dan apa saja yang bertentangan dengan keduanya maka
harus ditinggalkan, serta segala sesuatu amalan ibadah yang belum pernah
disebutkan (dalam Al Qur’an dan As Sunnah) adalah bid’ah, tidak boleh dikerjakan,
apalagi mengajak untuk mengerjakannya dan menganggapnya baik.
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat An Nisa’ :
]
"# C 1     ,      = # D 14 3 2 4
E "B4
/ 1/<      C 1          F ,          F     /G       
.   H8 1 @ I - 1@J          , $ " /K [
“Hai orang orang yang beriman, taatilah Allah, dan taatilah Rasul(Nya), dan Ulil Amri
(pemimpin) diantara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesutu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (Al Hadits), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih
Perayaan Nifsu Sya'ban dalam sorotan Ulama http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=742
3 of 8 23/08/2006 10:40
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An nisa’, 59).
] L , #
, $ ,    
- ,      = # , ;4 3 2  / , 4
) @      / [
“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah
(yang mempunyai sifat sifat demikian), itulah Tuhanku, KepadaNya-lah aku
bertawakkal dan kepadaNya-lah aku kembali” (QS. Asy syuro, 10).
]
M $ -
M 1)N ,    
M OO; M O 4 ,      " OM;
M "# 'P [.
“Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya
Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu ” (QS. Ali Imran, 31).
] H
H
%P / Q18
H) 4     0R +
:
$ 1R2 4 S ; = 8 " /K + I$ 4 [.
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa sesuatu keberatan dalam hati mereka terhadap
putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya ” (QS. An
Nisa’, 65).
Dan masih banyak lagi ayat ayat Al Qur’an yang semakna dengan ayat ayat diatas, ia
merupakan nash atau ketentuan hukum yang mewajibkan agar supaya masalah
masalah yang diperselisihkan itu dikembalikan kepada Al Qur’an dan Al Hadits, selain
mewajibkan kita agar rela terhadap hukum yang ditetapkan oleh keduanya.
Sesungguhnya hal itu adalah konsekwensi iman, dan merupakan perbuatan baik bagi
para hamba, baik di dunia atau di akherat nanti, dan akan mendapat balasan yang
lebih baik.
Dalam pembicaraan masalah malam Nisfu Sya’ban, Ibnu Rajab berkata dalam
bukunya “Lathoiful Ma’arif” : para Tabi'in penduduk Syam (Syiria sekarang) seperti
Kholid bin Ma’daan, Makhul, Luqman bin Amir, dan lainnya pernah
mengagung-agungkan dan berijtihad melakukan ibadah pada malam Nisfi Sya’ban,
kemudian orang-orang berikutnya mengambil keutamaan dan bentuk pengagungan
itu dari mereka.
Dikatakan bahwa mereka melakukan perbuatan demikian itu karena adanya
cerita-cerita israiliyat, ketika masalah itu tersebar ke penjuru dunia, berselisihlah kaum
muslimin, ada yang menerima dan menyetujuinya, ada juga yang mengingkarinya,
golongan yang menerima adalah ahli Bashrah dan lainnya, sedangkan golongan yang
mengingkarinya adalah mayoritas penduduk Hijaz (Saudi Arabia sekarang), seperti
Atho dan Ibnu Abi Mulaikah, dan dinukil oleh Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari
Ulama fiqih Madinah, yaitu ucapan para pengikut Imam Malik dan lain lainnya ;
mereka mengatakan bahwa semua perbuatan itu bid’ah, adapun pendapat ulama
Syam berbeda dalam pelaksanaannya dengan adanya dua pendapat :
1- Menghidup-hidupkan malam Nisfu Sya’ban dalam masjid dengan berjamaah
adalah mustahab (disukai Allah).
Dahulu Khalid bin Ma’daan dan Luqman bin Amir memperingati malam tersebut
dengan memakai pakaian paling baru dan mewah, membakar kemenyan, memakai
sipat (celak), dan mereka bangun malam menjalankan shalatul lail di masjid, ini
disetujui oleh Ishaq bin Rahawaih, ia berkata : "Menjalankan ibadah di masjid pada
malam itu secara berjamaah tidak dibid’ahkan", keterangan ini dicuplik oleh Harbu Al
Karmaniy.
2- Berkumpulnya manusia pada malam Nisfi Sya’ban di masjid untuk shalat, bercerita
Perayaan Nifsu Sya'ban dalam sorotan Ulama http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=742
4 of 8 23/08/2006 10:40
dan berdoa adalah makruh hukumnya, tetapi boleh dilakukan jika menjalankan sholat
khusus untuk dirinya sendiri.
Ini pendapat Auza’iy, Imam ahli Syam, sebagai ahli fiqh dan ulama mereka, Insya
Allah pendapat inilah yang mendekati kebenaran, sedangkan pendapat Imam Ahmad
tentang malam Nisfu Sya’ban ini, tidak diketahui.
Ada dua riwayat yang menjadi sebab cenderung diperingatinya malam Nisfu Sya’ban,
dari antara dua riwayat yang menerangkan tentang dua malam hari raya (Iedul Fitri
dan Iedul Adha), dalam satu riwayat berpendapat bahwa memperingati dua malam
hari raya dengan berjamaah adalah tidak disunnahkan, karena hal itu belum pernah
dikerjakan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya,
riwayat yang lain berpendapat bahwa memperingati malam tersebut dengan
berjamaah disunnahkan, karena Abdurrahman bin Yazid bin Aswad pernah
mengerjakannya, dan ia termasuk Tabi’in. Begitu pula tentang malam nisfu sya’ban,
Nabi belum pernah mengerjakannya atau menetapkannya, termasuk juga para
sahabat, itu hanya ketetapan dari golongan Tabiin ahli fiqh (yuris prudensi) yang di
Syam (syiria), demikian maksud dari Al Hafidz Ibnu Rajab (semoga Allah
melimpahkan rahmat kepadanya).
Ia mengomentari bahwa tidak ada suatu ketetapan pun tentang malam Nisfi Sya’ban
ini, baik itu dari Nabi maupun dari para Sahabat. Adapun pendapat Imam Auza’iy
tentang bolehnya (istihbab) menjalankan sholat pada malam hari itu secara individu
dan penukilan Al Hafidz Ibnu Rajab dalam pendapatnya itu adalah gharib dan dloif,
karena segala perbuatan syariah yang belum pernah ditetapkan oleh dalil dalil syar’i
tidak boleh bagi seorang pun dari kaum muslimin mengada-adakan dalam Islam, baik
itu dikerjakan secara individu ataupun kolektif, baik itu dikerjakan secara sembunyi
sembunyi ataupun terang terangan, landasannya adalah keumuman hadits Nabi :
" 4 1/ , 5 '   / ".
“Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang belum pernah kami perintahkan,
maka ia tertolak”.
Dan banyak lagi hadits hadits yang mengingkari perbuatan bid’ah dan
memperingatkan agar dijauhi.
Imam Abu Bakar At Thorthusyi berkata dalam bukunya “Al Hawadits wal bida” :
diriwayatkan oleh Wadhoh dari zaid bin Aslam berkata : kami belum pernah melihat
seorang pun dari sesepuh dan ahli fiqh kami yang menghadiri perayaan malam nisfu
sya’ban, tidak mengindahkan hadits Makhul yang dloif, dan tidak pula memandang
adanya keutamaan pada malam tersebut terhadap malam malam lainya.
Dikatakan kepada Ibnu Abi Mulaikah bahwasanya Zaid An numairy berkata : "Pahala
yang didapat (dari ibadah) pada malam Nisfu Sya’ban menyamai pahala lailatul
qadar, Ibnu Abi Mulaikah menjawab : "Seandainya saya mendengarnya sedang di
tangan saya ada tongkat pasti saya pukul, Zaid adalah seorang penceramah".
Al ‘Allamah Asy Syaukani menulis dalam bukunya “Al Fawaidul Majmuah” sebagai
berikut : bahwa hadits yang mengatakan :
" =%P +# T    1/ 1U ,       6 'P      *; )$ * ' 4 1& " O 2  / V(      * * *W / = >  / 9
X # ... *Q 8 ' , ,     .
Perayaan Nifsu Sya'ban dalam sorotan Ulama http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=742
5 of 8 23/08/2006 10:40
“Wahai Ali, barang siapa yang melakukan sholat pada malam Nisfu Sya’ban
sebanyak 100 rakaat, ia membaca setiap rakaat Al fatihah dan Qul huwallah ahad
sebanyak sepuluh kali, pasti Allah memenuhi segala kebutuhannya … dan
seterusnya.
Hadits ini adalah maudhu’, pada lafadz-lafadznya menerangkan tentang pahala yang
akan diterima oleh pelakunya adalah tidak diragukan kelemahannya bagi orang
berakal, sedangkan sanadnya majhul (tidak dikenal), hadits ini diriwayatkan dari
kedua dan ketiga jalur sanad, kesemuanya maudhu dan perawi-perawinya tidak
diketahui.
Dalam kitab “Al Mukhtashor” Syaukani melanjutkan : hadits yang menerangkan
tentang sholat Nisfu Sya’ban adalah bathil, Ibnu Hibban meriwayatkan hadits dari Ali
bin Abi Tholib Radhiyallahu ‘anhu : jika datang malam Nisfu Sya’ban bersholat
malamlah dan berpuasalah pada siang harinya, adalah dloif.
Dalam buku “Allaali” diriwayatkan bahwa : "Seratus rakaat pada malam Nisfi sya’ban
(dengan membaca surah) Al ikhlas sepuluh kali (pada setiap rakaat) bersama
keutamaan keutamaan yang lain, diriwayatkan oleh Ad Dailami dan lainya bahwa itu
semua maudlu’ (palsu), dan mayoritas perowinya pada ketiga jalur sanadnya majhul
(tidak diketahui) dan dloif (lemah).
Imam As Syaukani berkata : Hadits yang menerangkan bahwa dua belas rakaat
dengan (membaca surat) Al Ikhlas tiga puluh kali itu maudlu’ (palsu), dan hadits
empat belas rakaat … dan seterusnya adalah maudlu’ (tidak bisa diamalkan dan
harus ditinggalkan, pent).
Para fuqoha (ahli yurisprudensi) banyak yang tertipu dengan hadits hadits diatas,
seperti pengarang Ihya Ulumuddin dan lainnya, juga sebagian dari para ahli tafsir,
karena sholat pada malam ini, yakni malam Nisfu Sya’ban telah diriwayatkan melalui
berbagai jalur sanad, semuanya adalah bathil / tidak benar dan haditsnya adalah
maudlu’.
Hal ini tidak bertentangan dengan riwayat Turmudzi dan hadits Aisyah, bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pergi ke Baqi’ dan Tuhan turun ke langit dunia
pada malam Nisfu Sya’ban, untuk mengampuni dosa sebanyak jumlah bulu domba
dan bulu kambing, karena pembicaraan kita berkisar tentang sholat yang diadakan
pada malam Nisfu Sya’ban itu, tetapi hadits Aisyah ini lemah dan sanadnya munqothi’
(tidak bersambung) sebagaimana hadits Ali yang telah disebutkan diatas, mengenai
malam Nisfu Sya’ban, jadi dengan jelas bahwa sholat (khusus pada) malam itu juga
lemah dasar hukumnya.
Al Hafidz Al Iraqi berkata : hadits (yang menerangkan) tentang sholat Nisfi Sya’ban itu
maudlu dan pembohongan atas diri Rasulallah”.
Dalam kitab “Al Majmu” Imam Nawawi berkata : sholat yang sering kita kenal dengan
sholat Roghoib ada (berjumlah) dua dua belas rakaat, dikerjakan antara maghrib dan
Isya’, pada malam Jum’at pertama bulan Rajab, dan shalat seratus rakaat pada
malam Nisfu Sya’ban, dua sholat ini adalah bid’ah dan munkar, tidak boleh seseorang
terpedaya oleh kedua hadits itu, hanya karena disebutkan di dalam buku “Quutul
qulub” dan “ Ihya Ulumuddin” (Al Ghozali, red) sebab pada dasarnya hadits hadits
Perayaan Nifsu Sya'ban dalam sorotan Ulama http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=742
6 of 8 23/08/2006 10:40
tersebut bathil (tidak boleh diamalkan), kita tidak boleh cepat mempercayai orang
orang yang tidak jelas bagi mereka hukum kedua hadits itu, yaitu mereka para imam
yang kemudian mengarang lembaran-lembaran untuk membolehkan pengamalan
kedua hadits itu, karena ia telah salah dalam hal ini.
Syekh Imam Abu Muhammad Abdurrahman bin Ismail Al Maqdisi telah mengarang
sebuah buku yang berharga, beliau menolak (menganggap bathil) kedua hadits diatas
(tentang malam Nisfu Sya’ban dan malam Jum’at pertama pada bulan Rajab), ia
bersikap (dalam mengungkapkan pendapatnya) dalam buku tersebut, sebaik
mungkin, dalam hal ini telah banyak pendapat para ulama, jika kita hendak menukil
pendapat mereka itu, akan memperpanjang pembicaraan kita. Semoga apa-apa yang
telah kita sebutkan tadi, cukup memuaskan bagi siapa saja yang berkeinginan untuk
mendapat sesuatu yang haq.
Dari penjelasan di atas tadi, seperti ayat-ayat Al Qur’an dan beberapa hadits, serta
pendapat para ulama, jelaslah bagi pencari kebenaran (haq) bahwa peringatan
malam Nisfu Sya’ban dengan pengkhususan sholat atau lainnya, dan pengkhususan
siang harinya dengan puasa, itu semua adalah bid’ah dan munkar, tidak ada
landasan dalilnya dalam syariat Islam, bahkan hanya merupakan pengada-adaan
saja dalam Islam setelah masa para sahabat Radhiyallahu ‘anhum, marilah kita hayati
ayat Al Qur’an di bawah ini :
]    






O      [.
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan
kepadamu ni’matKu, dan telah Kuridloi Islam sebagai agama bagimu” (QS. Al
Maidah, 3).
Dan banyak lagi ayat-ayat lain yang semakna dengan ayat di atas, selanjutnya
marilah kita hayati sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam :
" 4 , / 5 /     6 1/ 4 708   / ".
“Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu perbuatan (dalam agama) yang
sebelumnya tidak pernah ada, maka ia tertolak”.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
" ,/ ( > 4 " " +# 9 <      $  / ( $ /     (Y + 9       $  / &$ * R      *     (Y +

H/ D    ."
08 .
“Janganlah kamu sekalian mengkhususkan malam Jum’at dari pada malam malam
lainnya dengan sholat tertentu, dan janganlah kamu sekalian mengkhususkan siang
harinya dari pada hari-hari lainnya dengan berpuasa tertentu, kecuali jika hari
bertepatan dengan hari yang ia biasa berpuasa (bukan puasa khusus tadi)” (HR.
Muslim).
Seandainya pengkhususan malam itu dengan ibadah tertentu diperbolehkan oleh
Allah, maka bukanlah malam Jum’at itu lebih baik dari pada malam malam lainnya,
karena pada hari itu adalah sebaik-baik hari yang disinari oleh matahari ? hal ini
berdasarkan hadits hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang shohih.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang untuk mengkhususkan
sholat pada malam hari itu dari pada malam lainnya, hal itu menunjukkan bahwa
pada malam lainpun lebih tidak boleh dihususkan dengan ibadah tertentu, kecuali jika
Perayaan Nifsu Sya'ban dalam sorotan Ulama http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=742
7 of 8 23/08/2006 10:40
ada dalil shohih yang mengkhususkan/menunjukkan adanya pengkhususan, ketika
malam Lailatul Qadar dan malam malam bulan puasa itu disyariatkan supaya sholat
dan bersungguh-sungguh dengan ibadah tertentu, maka Nabi mengingatkan dan
menganjurkan kepada umatnya agar supaya melaksanakannya, beliau pun juga
mengerjakannya, sebagaimana disebutkan dalam hadits shohih :
" ,O -  / 0& / , 1)Z $ H 8    # 0&      * P  / 9,O -  / 0& / , 1)Z $ H 8    # " %/ P  / ".
“Barang siapa yang berdiri (melakukan sholat) pada bulan Ramadlan dengan penuh
rasa iman dan harapan (pahala), niscaya Allah Subhaanahu wa Ta’ala akan
mengampuni dosanya yang telah lewat, dan barang siapa yang berdiri (melakukan
sholat) pada malam lailatul qadar dengan penuh rasa iman dan harapan (pahala),
niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lewat” (Muttafaqun ‘alaih).
Jika seandainya malam Nisfu Sya’ban, malam Jum’at pertama pada bulan Rajab,
serta malam isra’ dan mi’raj itu diperintahkan untuk dikhususkan, dengan upacara
atau ibadah tertentu, pastilah Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
menjelaskan kepada umatnya, atau beliau melaksanakannya sendiri, jika memang
hal itu pernah terjadi niscaya telah disampaikan oleh para sahabat kepada kita ;
mereka tidak akan menyembunyikannya, karena mereka adalah sebaik-baik manusia
dan paling banyak memberi nasehat setelah para Nabi.
Dari pendapat para ulama tadi anda dapat menyimpulkan bahwasanya tidak ada
ketentuan apapun dari Rasulullah, ataupun dari para sahabat tentang keutamaan
malam Nisfu Sya’ban dan malam Jum’at pertama pada bulan Rajab.
Dan dari sini kita mengetahui bahwa memperingati perayaan kedua malam tersebut
adalah bid’ah yang diada adakan dalam Islam, begitu pula pengkhususan malam
tersebut dengan ibadah tertentu adalah bid’ah mungkar, sama halnya dengan malam
27 Rajab yang banyak diyakini orang sebagai malam Isra’ dan Mi’raj, begitu juga tidak
boleh dihususkan dengan ibadah ibadah tertentu, selain tidak boleh dirayakan
dengan upacara upacara ritual, berdasarkan dalil dalil yang disebutkan tadi.
Hal ini, jika (malam kejadian Isra’ dan Mi’raj itu) diketahui, padahal yang benar adalah
pendapat para ulama yang menandaskan tidak diketahuinya malam Isra’ dan Mi’raj
secara tepat. Omongan orang bahwa malam Isra’ dan Mi’raj itu pada tanggal 27
Rajab adalah bathil, tidak berdasarkan pada hadits-hadits yang shahih, maka benar
orang yang mengatakan :
[W    0O      T :0;       /<     12 * \0      = T ) H       /<     1 @
“Sebaik-baik perkara adalah yang telah dikerjakan oleh para Salaf, yang telah
mendapatkan petunjuk dan sejelek-jelek perkara (dalam agama) adalah yang diada
adakan berupa bid’ah bid’ah”
Allahlah tempat bermohon untuk melimpahkan taufiq-Nya kepada kita dan kaum
muslimin semua, taufiq untuk berpegang teguh dengan sunnah dan konsisten kepada
ajarannya, serta waspada terhadap hal-hal yang bertentangan dengannya, karena
hanya Allah lah Maha Pemberi dan Maha Mulia.
Semoga sholawat dan salam selalu terlimpahkan kepada hamba-Nya dan RasulNya
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula kepada keluarga dan para
sahabatnya, Amien.www.salafy.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar