RSS

Minggu, 23 Januari 2011

Minta Dalil Untuk Mematahkan Argumen Acara 40 Hari Orang Meninggal


Assalamu'alaikum,
Ustadz, saya masih bingung sebenarnya seperti apa perlakuan kita terhadap orang yang sudah meninggal ? Apakah acara - acara 7 hari, 40 hari dst.. ada dalilnya ? Kalau tidak ada bagaimana mematahkan argumen orang yang masih melaksanakan acara - acara tersebut ?
Kebetulan dikampung saya, saya melihat acara - acara tersebut sangat memberatkan keluarga yang ditinggalkan, belum lagi dengan pemahaman orang kampung yang sepertinya hal tersebut seperti sudah kewajiban jadi ada tidak ada harus diadakan.
Wassalamu'alaikum,

Abdullah


Jawaban:
Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba
’d.
Kami yakin bahwa pasti Anda sudah betul bahwa semua bentuk acara itu memang tidak ada dasar masyru`iyahnya dari Rasulullah SAW. Sebagai sebuah paket acara ritual yang baku, tidak ada perintah atau dasar contoh dimana Rasulullah SAW melakukannya. Tidak juga para shahabat, tabi`in ataupun atba`ut tabi`in. Bahkan generasi para fuqaha dan orang-orang shaleh berikutnya pun tidak pernah merekomendasikan untuk melakukan perayaaan demikian.
Biasanya, para pendukung kegiatan ini sering kali beragumen bahwa di balik kegiatan ini ada hal-hal yang baik dan perlu untuk diambil manfaatnya. Dan kalau kita sejenak meminjam logika mereka dan mempreteli satu persatu, ada juga ada satu dua esensi acara itu yang masih bisa dikatakan sebagai perbuatan yang baik.
  • Misalnya dalam acara 40 hari itu ada unsur silaturrahimnya. Dan silaturrahim tentu bagian dari perintah dari ajaran Islam.
  • Juga di dalam acara itu ada unsur memberi sedekah berupa memberikan hidangan makan atau berkat kepada para undangan. Memberi makan kepada orang adalah bagian dari ajaran Islam.
  • Biasanya dalam acara itu juga ada pidato / ceramah agama yang berguna. Dan belajar agama adalah bagian penting dari perintah agama Islam.
Kita tidak menafikan adanya manfaat di balik acara demikian, yang menjadi masalah adalah ketika acara demikian sudah dianggap sebagai ritual khusus yang bila tidak dilakukan dalam format bakunya, seolah-olah menjadi hal yang kurang dari agama ini. Kesalahan inilah yang seharusnya dipahami dengan arif, cermat dan bijaksana oleh para pendukungnya.
Namun karena mereka sudah menerima acara demikian sejak kecil dan dilakukan oleh nenek moyang mereka turun temurun, seolah-olah hal itu sudah menjadi bagian dari pola hidup mereka. Kalau anda menghadapi mereka dengan cara memotong argumentasi, kami yakin usaha anda tidak akan berjalan terlalu mudah. Sebab kecenderungan yang terjadi bahwa umumnya orang-orang melakukannya bukan karena nalar logika apalagi ilmu syariah, melainkan sebagai sebuah tradisi yang terbentuk ratusan tahun lamanya. Bukan perkara mudah untuk merubah sebuah life style sebuah komunitas masyarakat begitu saja.
Perubahannya mungkin akan lebih efektif dengan melalui sebuah proses. Kita mungkin bisa ikut mempercepat proses itu dengan cara antara lain :
  • Memperluas dan memperdalam pemahaman ilmu syariah kepada generasi muda dan khususnya tentang masalah konsep ibadah ritual dengan bid’ah-bid’ahnya. Generasi muda umumnya belum terlalu kental dengan tradisi dan masih terbuka wawasannya terhadap masukan yang lebih kuat dalilnya.
  • Tidak terlalu mengekspose perbedaan pendapat dalam masalah ini. Sebab biasanya semakin diekspose, pihak-pihak yang cendrung mempertahankannya akan semakin bersemangat untuk membela pendapatnya. Seekor kucing yang terpojok bisa nekat mencakar lawannya. Biarkanlah perubahan zaman yang dengan sistematik akan merubahnya. Ini berlaku bila kita menghadapi mereka yang amat kuat mempertahankan pendapatnya.
  • Argumentasi yang kuat bisa anda lakukan kepada mereka yang punya nalar dan wasasan yang luas dan mendalam dalam memahami agama. Tentu saja bukan cara debat apalagi di depan publik, melainkan dengan muzakarah ilmiah dengan didukung oleh dalil-dalil fiqih yang kuat. Syarat utamanya adalah orang itu tidak berisifat fanatik buta terhadap apa yang dipegangnya, tetapi terbuka dalam menerima pendapat orang lain bila punya dasar yang kuat.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar